Cita Rasa Seni dan Kopi dari Blue Bottle Coffee


We want to build our company, but also have the artisanship of it remain intact
– James Freeman, Blue Bottle Coffee-

Apa jadinya jika beberapa “pentolan” technopreneur, pengusaha-pengusaha yang bergerak dalam bidang teknologi tinggi berinvestasi dalam suatu bisnis kopi ? Yang jelas bisnis kopi atau kedai kopi bukanlah bisnis yang sarat dengan kandungan teknologi tinggi. Tapi yang pasti terdapat suatu ketertarikan besar para technopreneur tersebut terhadap kedai kopi tertentu, sehingga rela merogoh dana untuk ikut serta urung dana berinvestasi.

Adalah Blue Bottle Coffee, sebuah kedai kopi yang menjadi tempat tujuan berinvestasi para technopreneur kawakan di Silicon Valley California. Tak kurang Kevin Systrom (co-founder Instagram), Evan Williams (co-founder Twitter), Matt Wullenbeg (founder WordPress), True Ventures serta Google Ventures turut serta sebagai investor di “warung kopi” Blue Bottle Coffee. Apa yang menjadikan mereka, para technopreneur ini mau berinvestasi dalam “hanya” sebuah warung kopi ?

Ternyata jawabannya adalah karena keunikan serta passion yang kuat dari sang pendiri Blue Bottle Coffee terhadap seni dan kesempurnaan penyajian kopi. Sosok yang disebut tersebut adalah James Freeman pendiri Blue Bottle Coffee. Dengan keunikannya Blue Bottle Coffee muncul menyeruak “out of the crowd” menembus dominasi icon bisnis kopi global; Starbucks.

James Freeman sang pendiri Blue Bottle Coffee ini pada awalnya sama sekali bukan seorang tipikal pengusaha. Karir awalnya adalah seorang pemain alat musik klarinet yang pada akhirnya menyadari tidak akan pernah bisa menjadi pemain klarinet yang top. Sampai pada akhirnya menemukan “jalan karir kedua” untuk membawanya mendirikan Blue Bottle Coffee.

Apa yang menjadikan Blue Bottle Coffee yang didirikannya menjadi “hit” dalam jagad dunia perkopian ? Ternyata konsep unik dan berbeda yang ditawarkan Freeman menjadi nilai tambah yang menjadikan Blue Bottle Coffee memiliki positioning yang pas. Di Blue Bottle Coffee ini Freeman menawarkan pengalaman bagi konsumen untuk mengenal kesempurnaan cita rasa kopi sesuai versi James Freeman yang unik.

Konsumen yang datang ke Blue Bottle Coffee akan ditawarkan kopi yang disajikan secara slow brewing. Cara penyajian kopi yang dipercaya Freeman akan memberikan cita rasa kopi yang lebih baik dan lebih sempurna untuk para pelanggannya. Walaupun waktu yang diperlukan untuk menyajikan secangkir kopi akan lebih lama tapi hal tersebut sesuai dengan cita rasa kopi yang dihasilkan.

Dan terbukti peminat dan penikmat racikan-racikan kopi dari Blue Bottle ini digemari oleh banyak penyuka kopi di Amerika Serikat. Sejak didirikan tahun 2002, Blue Bottle Coffee berhasil mencatat pertumbuhan rata-rata 50% pertahunnya. Prestasi ini dihasilkan oleh semangat serta “DNA bisnis” Blue Bottlee Coffee untuk menyajikan pengalaman terbaik menikmati kopi secara paripurna.

Di Blue Bottle Coffee jangan harap bisa memesan kopi untuk take away karena Freeman ingin para pelanggan Blue Bottle Kopi betul-betul menikmati cita rasa kopi secara maksimal. Minum kopi dari segelas gelas kertas yang dibawa-bawa atau tumbler sama sekali bukan cara menikmati kopi yang “benar” menurut versi Freeman.

Blue Bottle Coffee pun menjual biji kopi dengan kualitas terbaik kepada para pelanggannya (termasuk biji-biji kopi yang berasal dari Indoensia). Akan tetapi jangan harap Blue Bottlee Coffee menjual biji kopi yang sudah digiling kepada para peminatnya. Biji-biji kopi yang dijual adalah biji kopi yang sudah di-roasting ala Blue Bottle tapi belum digiling. Biji kopi yang dijual adalah biji kopi yang sudah dipanggang 48 jam sebelumnya, hal ini untuk menjaga biji kopi yang dijual pada kesegaran puncaknya.

Dan Blue Bottle Coffee hanya akan menjual biji-biji kopi terbaik yang sudah di-roasting tapi belum digiling kepada para pembelinya. Karena biji kopi yang sudah digiling memiliki batas waktu yang cukup pendek agar tetap memberikan aroma dan cita rasa kopi terbaik.

Secara konsep desain tempat ngopi, Blue Bottle Coffee mengambil pendekatan seperti halnya restoran. Alih-alih seperti Starbucks yang mencoba menciptakan tempat ngopi sebagai “hub” tempat untuk bekerja dengan menyediakan colokan listrik dan wifi gratis, Blue Bottle Coffee mengambil pendekatan yang sama sekali berbeda. Desain tempat ngopi di Blue Bottle Coffee yang terkesan minimalis, tidak menyediakan colokan listrik dan wifi gratis. Para pengunjung Blue Bottle Coffee diminta untuk datang, menikmati pengalaman ngopi terbaik serta berbincang-bincang dengan sesama pengunjung atau barista, bukan untuk membuka gadget dan browsing internet. Ide serta edukasi Freeman kepada para pengunjung untuk menikmati kopi ala Blue Bottle Coffee menjadikan Blue Bottle berbeda dengan yang lainnya.

Lewat Blue Bottle Coffee ini, James Freeman seakan-akan tetap menerapkan cita rasa seni nya melalui penyajian kopi yang ingin dibuat dan disajikan sesempurna mungkin. Kesempurnaan dalam aspek kopi ini mungkin menjadi “DNA” Blue Bottle Coffee yang menjadikannya berbeda dengan kedai kopi lainnya. Semangat “artisan” kopi atau aktifitas penyajian kopi melalui keterampilan manual sangat kentara dalam karakter penyajian kopi di Blue Bottle Coffee ini.

Dan lewat tangan dingin sang artis klarinet kelihatannya Blue Bottle Coffee ini didapuk menjadi pembawa gelombang ketiga bisnis kopi di Amerika Serikat (gelombang kopi kedua dipopulerkan oleh Starbucks yang mampu merperkenalkan minuman kopi sebagai minuman yang populer). Dan ibaratnya Blue Bottle ini salah satu contoh fenomena bisnis yang berhasil menwrapkan Blue Ocean Strategy. Tumbuh berkembang menawarkan added value unik yang diminati pelanggannya, serta dapat menantang dominasi pesaing “raksasa global kopi” Starbucks.

IMG_5025-0.JPG

Leave a comment